Minggu, 29 April 2012

BERKUMPULNYA KEMBALI NAGA DAN HARIMAU

Judul             : Berkumpulnya Kembali Naga dan Harimau
Pengarang     : Feng Menglong
Penerbit        : Gramedia Pustaka Utama
Kategori       : Kumpulan Cerita
ISBN            : 979-22-2539-0
Tahun          : 2007
Halaman       : 572


(Koleksi : Taman Bacaan "RABBI")


Sinopsis :


Kumpulan Kisah Klasik Dinasti Ming Zhang Shunmei Bertemu Gadis Cantik di Festival Lentera, aslinya berjudul Gujing Xiaoshuo, kisah yang juga dikenal sebagai Yushi Mingyan atau Petunjuk bagi Dunia ini adalah kumpulan cerita pendek yang pertama terbit di China pada tahun 1620 dan dikompilasi oleh Feng Menglong. Bentuk fiksi awal yang berperan dalam perkembangan fiksi daerah itu memuat kisah-kisah yang sangat inspiratif mengenai kehidupan sehari-hari di antara berbagai kelas sosial.

Karakter yang mengisi buku ini adalah cendikiawan dan wanita penghibur, arwah dan hantu, biksu dan biksuni, bajak laut dan kaisar, dan pejabat pemerintah baik dan jujur maupun korup. mereka terlibat dalam intrik politik, cobaab, pembunuhan, pertemanan, pertikaian warisan, perselingkuhan, dan perjalanan ke akhirat. Adat istiadat dipaparkan dalam plot dan subplot yang menarik, di mana kebaikan akhirnya mendapat pahala, dan dunia-baik yang kasatmata maupun tidak-digambarkan sebagai tempat yang rumit tapi pada akhirnya masuk akal dan bisa dimaklumi. Jalan-jalan dan kediaman masyarakat China di akhir era Ming, serta orang-orang yang menghuninya, menjadi hidup dalam terjemahan Shuhui Yang dan Yunqin Yang yang mengalir dan penuh warna.

Terjemahan lengkap ini diberi ilustrasi serangkaian ukiran kayu dari edisi aslinya, yaitu Edisi Ming, dan mencakup catatan antarbaris serta catatan pinggir kompilatornya, maupun puisi liris yang diuntai di sepanjang kisah-kisahnya.
~~

PENJUAL MINYAK MEMENANGKAN CINTA RATU BUNGA

Judul          : Penjual Minyak Memenangkan Cinta Ratu Bunga
Pengarang   : Feng Menglong
Penerbit      : Gramedia Pustaka Utama
ISBN          : 978-979-22-6178-3
Katagori      : Kumpulan Cerita
Tahun         : 2011
~~
(Koleksi : Taman Bacaan "RABBI")


Sinopsis :

Berkat ketulusan cintanya, seorang penjual minyak berhasil meraih cinta seorang perempuan cantik yang menjadi idola di sebuah daerah bernama Danau Barat. Inilah tema utama dari cerita pendek Penjual Minyak Memenangkan Cinta Ratu Bunga yang hadir bersama 13 cerita lainnya di buku ini.

Keseluruhan cerita pendek di buku ini bagian dari Kisah-Kisah untuk Menyadarkan Dunia yang aslinya berjudul Xingshi hengyan, ditulis oleh Feng Menglong dan diterbitkan pertama kali di Suzhou 1627.
Total ada 40 cerita pendek dalam Xingshi hengyan yang diterbitkan dalam tiga volume. Seluruh kisah ini diterjemahkan Shuhui dan Yunqin Yang yang sebelumnya telah menerjemahkan kumpulan kisah Feng Menglong lainnya, yaitu Kisah-Kisah Lama dan Baru (Gujin xiaoshou; 1620 atau 1621) atau yang juga dikenal sebagai Petunjuk Bagi Dunia (Yushi mungyan), dan Kisah-Kisah untuk Memperingatkan Dunia (Jingshi tongyan; 1624). Kedua kumcer tersebut sudah diterbitkan dalam bahasa Indonesia.

Kumcer pertama, Gujing xiaoshou atau Yushi mingyan, terbit dalam dua volume.
- Kumpulan Kisah Klasik Dinasti Ming: Bertemunya Kembali Naga dan Harimau
- Kumpulan Kisah Klasik Dinasti Ming: Zhang Shunmei Bertemu Gadis Cantik di Festival Lentera

Kumcer kedua, Jingshi tongyan, diterbitkan dalam dua volume.
- Kumpulan Kisah Klasik Dinasti Ming: Kisah Belut emas
- Kumpulan Kisah Klasik Dinasti Ming: Kaisar Taizu Menyelamatkan Si Jelita Jingniang

Feng Menglong (1574-1646) adalah pakar nomor satu sastra populer pada zamannya, dan terkenal lewat tiga kumpulan cerpen yang secara kolektif sering disebut Sanyan.

Jumat, 27 April 2012



CUCI TANGAN SEBELUM MAKAN



        Seekor burung sedang mencari makan, meloncat dari ranting satu ke ranting lainnya, tidak lagi memperhatikan sekitarnya.

      Perlahan seekor kucing juga sedang mencari makan, perlahan sekali si kucing melangkah, hingga tidak terdengar oleh burung yang sedang sibuk mencari makan.

          Pada saat yang tepat, kucing menerkam, si burung tidak sempat menghidar.

Dengan gagahnya kucing membawa hasil buruannya ke bawah sebuah pohon.
“Ini makan siang ku.” ujar si kucing.

Si burung hanya bisa mencicit, ingin melepaskan cengkraman si kucing.
“Tuan Kucing,”  kata si burung. “Sebelum makan, Tuan harus berdoa dan cuci tangan dulu.”

          Mendengar itu, si kucing mengangguk. Ia teringat pesan ibunya, kemudian si kucing memandang ke atas dan berdoa, setelah itu ia menjilati tangannya.

          Begitu melihat ke samping, betapa terkejutnya si kucing, karena burung telah bertengger di ranting pohon. [Haidi : 12.12.2011]









CALON SEKRETARIS


       Bukan rahasia lagi, pada satu lembaga swasta maupun pemerintah, seorang pimpinan atau bos membutuhkan sekretaris. Jika mungkin, sekretaris seorang wanita, yang pandai bekerja, mengerti tugas, bertanggung jawab dan lain lagi persyaratan tidak tertulis, namun yang lebih penting biasanya cantik dan menarik serta mengerti keinginan si bos.


           Sebuah perusahaan swasta, kebetulan sedang membutuhkan sekretaris, namun si bos tidak ingin menerima karyawan baru, sehingga dipilihlah dari karyawan yang ada.

            Serangkain ujian dan test telah dilakukan kepada semua karyawan wanita di perusahaan tersebut. Hingga terseleksi lima orang karyawan wanita, sebagai calon sekretaris.

            Si bos bingung memilih calon sekretarisnya, karena lima wanita tersebut memiliki kualifikasi yang baik. Tim yang ditunjuk juga telah melaksanakan tugas sesuai perintah. Kini tinggal menunggu keputusan akhir si bos. Karena kebingungan, si bos akhirnya melakukan wawancara khusus dengan lima calon sekretarisnya :

“Baik, kalian berlima telah melalui serangkaian ujian, hari ini adalah ujian terakhir, dan perlu diketahui, saya hanya membutuhkan satu orang sekretaris,” si bos menarik napas panjang. Wah ini cantik-cantik semua, dalam hatinya.

            Lima wanita itu masih terdiam, menunggu tes apa yang akan dilakukan oleh si bos kali ini.

"Saya membutuhkan jawaban terbaik dan logis serta  masuk akal, dari kalian,” ujar si bos, “Wanita mempunyai dua mulut,”  lanjutnya “Apakah perbedaan dari kedua mulut tersebut?" tanya si Bos.

Lima wanita calon sekretaris terdiam dan saling pandang satu sama lainnya, tidak ada yang menjawab. Hingga si bos akhirnya menunjuk satu persatu calon sekretarisnya :

Wanita Kesatu : "vertikal dan horizontal, Pak.”
"Bagus, kamu teliti dengan tubuhmu sendiri." ujar si Bos sambil tersenyum lebar.

Wanita kedua : "satu berkumis dan satu lagi tidak."
 Si bos mengangguk, "Mengesankan, kamu sangat romantis."

Wanita ketiga : "Satu bisa berbicara yang satu tidak, Pak."
"Bagus, kamu lebih mengutamakan aspek komunikatif, itu penting bagi seorang sekertaris." kata si bos sambil memandang kepada wanita keempat.

Wanita keempat : "Satu ompong dan satu lagi bergigi, Pak."
“Bagus, kamu sangat memperhatikan tentang masa depan lebih serius.” Ujar si bos, mengalihkan pandangannya kepada wanita berikutnya.

Wanita kelima : Beberapa detik dia terdiam, semua jawaban logis yang ada dibenaknya sudah disebutkan. Tiba-tiba terlintas dipikirannya, sambil tersenyum dia menjawab : "Mulut yang satu untuk sendiri dan yang lain, bisa dipakai sama Bos." wanita itu tersipu malu.

Si Bos berdiri, sambil melihat ke arah pintu : "Ya, kamu sekretarisku!" 
[Haidi : 12.12.2011]




CINTA ITU ENERGI

            Benny, remaja yang  dikenal pendiam dan sopan, duduk termenung di depan warnet. Tidak biasanya Benny seperti itu, membuat Yusuf penasaran.

“Ben, dari tadi kamu melamun,” sapa Yusuf, “Ada apa?”


       Benny sempat kaget karena sapaan tersebut, sampai terlepas HP dari tangannya. Rupanya Benny masih menikmati lamunannya.


Gak apa, Suf.” Sahut Benny. Sambil memungut kembali HP-nya.

“Pasti kamu lagi jatuh cinta ya!” Tebak Yusuf.
“Mungkin juga, tapi aku bingung.” Sahut Benny.


                Rupanya tebakkan Yusuf tepat, bahwa Benny lagi jatuh cinta.


“Eh, Ben, kalo lagi jatuh cinta, gak disampaikan, itu bahaya lho!” Ujar Yusuf sambil menepuk bahu sahabatnya.
“Emang kenapa?” Tanya Benny.
“Kamu tau ngak Ben, cinta itu tidak ubahnya seperti kentut, sama-sama mengandung energi yang besar.” Yusuf menjelaskan.
“Kok bisa, cinta seperti kentut?” Tanya Benny.


“Lha, iya, kentut itu kan energi, dikeluarkan malu, ditahan sakit perut,” Ujar Yusuf, “Cinta juga begitu, dikeluarkan bisa jadi malu atau sakit hati, ditahan-tahan bisa jadi jerawat batu.”
“Kamu Suf, bisa aja.” Sahut Benny. Sambil manggut-manggut. 
[Haidi : 12.12.2011]




REJEKI DARI LANGIT

         Kata orang, hujan berarti rezeki. Tapi bagi pak Omis, tidak lebih dari kesedihan, “Bukan maksud menolak rezeki dari langit.” katanya. Ia sangat hapal, saat hujan atap rumahnya juga turut menangis.


       Ember, baskom hingga gelas-gelas plastik ramai menanti tetesan air di lantai dapur,di kamar atau di atas lemari hingga di tempat tidurnya. Semakin deras hujan, semakin ramai pula bunyi alat penanti hujan di lantai itu. Betapa repotnya ia menyelamatkan pakaian, buku-buku, kasur dan bantal kumal. Tidak ada batas waktu untuk berhenti mengigil.

     
         Hujan masih sibuk menyirami tanah di hulu sungai. Sementara di rumah pak Omis sudah berubah jadi sungai kecil yang melarutkan sendal-sendal jepit. Sebentar lagi air itu akan memindahkan kursi ke atap rumah atau menerbangkan kasur ke bukit. Pak Omis duduk di atap rumah, tetap berharap air tidak pernah hadir di halaman rumahnya. Ia memeluk erat kaki dan meletakan dagu beku di lututnya. Ia menanti jemputan perahu karet satu-satunya dari kelurahan yang sedang berkeliling dengan kameramen.


       Pak Omis diangkut ke tempat pengungsian. Suasana tidak kalah ramai dengan pasar malam. Tersedia nasi di piring-piring plastik, sekepal untuk berdua tambah sedikit bonus, 5 bungkus mi instan dengan kuah air 20 liter, cukup untuk menghalau rasa ngantuk sesaat. Sangat beruntung, jika datang rombongan orang-orang berdasi, menu sedikit berubah, ada tambahan telur ayam rebus dibelah tiga.


         Tawa riang wajah-wajah berpakaian jas berlambang partai, ketika melihat orang-orang berebut mi instan dibawanya, mereka tak ubahnya ayam berebut cacahan singkong di kandang ayam pak Omis.


          Siaran TV menampilkan wajah-wajah menyedihkan empat atau enam detik, dari atap rumah hingga ke tempat pengungsian, disusul berita wajah penyumbang atas nama kemanusiaan dari partai politik.


         Sejak saat itu, bila mendung mulai  menghitam, pak Omis selalu memandang langit dari celah atap rumahnya, “Sabarlah hujan, sekarang aku belum perlu rezekimu yang satu itu.” katanya. [Haidi : 13.01.2012]






PERHATIAN, PAKAIAN TERDALAM


Pemuda berlomba membual tentang penaklukan mereka
Di lautan asmara yang berombak
Uang tanpa paras takkan menumbuhkan rasa sayang;
Paras tanpa uang juga tak akan membawa ke mana pun.



Bahkan yang punya uang dan paras
Harus memberi perhatian yang bijaksana.
Hanya seorang pemuda tampan yang menyenangkan
Bisa mengalahkan yang lain dan memenangkan hati si cantik. [Haidi : 27.01.2012]


ARTI SENYUMMU

          Qonita, gadis kecil, masih belajar mengucapkan kata-kata. Sungguh sangat sulit ketika ia mengucapkan kata “monyet.” Semakin ia belajar semakin lucu terdengar. “Nyomet” ucapnya dengan gagap “nyemot” ia terus berlatih. Ujung dari latihannya selalu berakhir dengan tetesan air mata karena tangis.


            Kakeknya menasehati, “Mengapa sedih, Sayang! Jika ada satu kata yang tak bisa diucapkan, kan masih ribuan kata yang bisa kamu katakan, bawa tertawa saja!”


           Rupanya apa yang dikatakan si kakek diterima gadis kecil itu bagai mantra yang manjur. Setiap kali ia salah mengucap kata “monyet” ia tersenyum dan tertawa keras-keras.
Orang-orang disekitarnya juga ikut tertawa. Bukan mereka mentertawakan gadis kecil itu, tapi hati mereka ikut riang karena kejadian itu.


            Seiring bertambahnya usia si gadis kecil, ia sudah bisa mengucapkan kata “monyet” secara benar. Namun setiap kali ia mengucapkan kata itu, teringat olehnya saat-saat ceria ketika mengucapkannya “nyemot” atau “nyomet.”

~o~

      Sekarang ini orang telah lupa untuk tertawa, mereka telah berhenti tersenyum. Sungguh menyedihkan, ketika orang telah kehilangan hal tersebut! Mereka tidak ubahnya si petugas kartu atau petugas apotik di rumah sakit itu. [Haidi]
~o~



BERITA KEMATIAN DI HALAMAN DEPAN



       Setiap hari, setelah lari pagi, lelaki tua itu singgah di kios koran, dekat pojok pasar tradisional, samping penjual nasi pecel. Ia membeli surat kabar Kaltim Post. Sambil berdiri, membaca berita di halaman depan. Tak pernah ia membuka halaman berikutnya. Ia tampak marah, merobek dan melemparkan koran itu ke tempat sampah.


        Penjaga kios memperhatikan perbuatan lelaki tua itu, sehingga ia bertanya :

“Maaf, Tuan,” katanya, “tiap pagi, Tuan membeli koran, setelah melihat sebentar, Tuan merobek dan membuangnya, untuk apa sebenarnya, Tuan membeli koran?”

“Saya hanya tertarik pada halaman depan,” sahutnya, “saya menunggu berita kematian.”

“Tapi, berita kematian tidak pernah ada di halaman depan.” sahut penjaga kios.

“Saya yakin, berita kematian itu dimuat pada halaman depan.” kata lelaki itu, menyeka keringat dengan handuk kecilnya.  [Haidi : 15.01.2012]  #122 kata#




TIKUS



           Seorang pasien Rumah Sakit Jiwa, mengaanggap dirinya seekor tikus. Dia sangat khawatir terhadap kucing, sehingga ia bersembunyi hingga ke luar negeri ketika mendengar kucing akan datang memeriksa kantornya.

        Melalui pengobatan yang panjang bertahun-tahun, akhirnya ia sembuh dari kegilaannya. Saat akan keluar dari Rumah Sakit Jiwa, ia harus melalui wawancara dengan dokter ahli, sebelum ia dipulangkan.

“Bagaimana perasaanmu sekarang,” tanya dokter.
“Sangat baik, terima kasih, Dokter.” sahutnya.
“Apakah engkau sekarang masih merasa dirimu seekor tikus?” tanya dokter.
“Tidak lagi, Dokter.” sahutnya.
“Bagus! Engkau boleh pulang.”

            Pasien itu segera bersiap untuk pulang. Ia berjabat tangan dengan semua Pasien di Rumah Sakit Jiwa itu. Barang sudah dikemas dan siap berangkat.
Tiba di depan pintu ruangan dokter yang tadi mewawancarainya, ia berdiri tertegun. Ia kembali menemui dokter itu.

“Dokter, saya tahu, sekarang saya bukan tikus lagi, tapi apakah kucing-kucing itu mengerti jika saya bukan tikus?” ujar si pasien. [Haidi : 17.01.2012]





TUNA NETRA DAN PASAR KEMBANG  

         Seorang tuna netra sedang naik ojek motor. Begitu melintas di sebuah gang tempat pelacuran, tuna netra tiba-tiba menepuk bahu si tukang ojek.

“Stop, stop!” katanya, “saya tadi minta antar ke pasar kembang.”
Tukang ojek menghentikan motornya.
“Oh, ini belum sampai di pasar kembang, Pak!” ujar si tukang ojek.

       Tuna netra itu tetap ingin turun di tempat itu. Si tukang ojek dengan senang hati menurunkan penumpangnya.

Perlahan ia berbisik ke telinga si tukang ojek, “Apa kamu pikir, saya tidak mencium bau khas pasar kembang di sini?”  [Haidi : 17.01.2012]




LOTUS SETENGAH MALAM


            Setelah tamat SMA, Haidi tidak mungkin lagi melanjutkan kuliah. Orang tuanya hanya tukang kayu, tidak mungkin mampu mendapatkan uang lebih. Jangankan untuk kuliah, menyelesaikan SMA saja, ia harus jadi pedagang asongan di pelabuhan Tenggarong.
            Nasip mujur membawanya pada sebuah panti asuhan di Samarinda Seberang. Tidak kurang dari dua tahun ia bekerja di panti asuhan, sebagai pengasuh dan sekaligus tenaga administrasi. Setiap hari harus berhadapan dengan anak-anak panti asuhan, membuatnya tidak betah. Kadang harus berpura-pura marah, atau di saat hati kesal harus mampu tersenyum manis pada anak-anak. Sungguh itu sangat berat baginya.
~o~
            Niat baik untuk bekerja ia terbangkan bersama surat lamaran ke instansi pemerintah. Bekal pengalaman di panti asuhan menuntunnya diterima pada Kantor Wilayah Departemen Sosial Provinsi Kalimantan Timur. Semua baru, teman baru, pekerjaan baru, pimpinan juga baru dikenal. Haidi juga harus berpenampilan baru, tidak lagi berseragam pengasuh di panti asuhan.  
Bulan-bulan sulit pertama telah dilaluinya tanpa hambatan berarti. Semua berjalan lancar, dari penjaga kantin, tukang sapu hingga pemegang kunci kantor sudah ia kenal baik. Pimpinan dengan jabatan Kepala Seksi sudah mulai percaya dengan tugas-tugas yang dikerjakan Haidi. Kemahirannya menggunakan mesin ketik manual bisa diandalkan. Walau tidak terlalu cepat, namun sangat jarang terjadi kesalahan ketik.
~o~
            Masuknya komputer ke kantor itu sedikit menggusur keterampilan juru ketik manual. Semua orang ingin belajar mengoperasikannya. Pimpinan selalu menuntut pekerjaan lebih cepat diselesaikan, tapi mereka lupa, barang itu cuma satu unit, dan menjadi idola semua orang.
Haidi belum mengenal komputer, ia gemetar ketika melihat layar monitor, seolah benda itu bisa mengeluarkan jin bertaring panjang yang menyeramkan, atau sebuah sarang tawon yang perlu hati-hati sekali disentuh jari. Ia merasa belum mampu untuk belajar, sehingga ia tetap dengan mesin ketik manual untuk menyelesaikan tugasnya.
~o~
            Pagi itu, Selasa pertengahan bulan Oktober 1993. Pimpinan memanggilnya untuk suatu tugas darurat. Sebuah album foto dan sedikit coretan tangan diserahkan oleh pimpinan, “Kamu buat proposal pemindahan pemukiman di lokasi rawan bencana ini,” katanya,”besok jam  sepuluh, Kepala Kantor ke Jakarta, proposal itu harus sudah selesai, gandakan lima buku.”
“Ya, Pak.” sahut Haidi.
“Satu lagi, kamu jangan pakai mesin ketik, harus diketik komputer.” katanya.
            Bagi Haidi, membuat proposal bukanlah hal yang sulit. Menghitung biaya untuk memindahkan pemukiman dari lokasi rawan bencana, itu perkara mudah, yang penting ada sedikit data pendukung, tidak sampai satu hari pasti akan diselesaikannya.
Ada yang membuat jantung Haidi berdetak lebih kencang daripada desah napas kuda liar. Pikiranya berputar berlawanan arah jarum jam melebihi kecepatan bumi mengelilingi matahari. Pimpinan memberi perintah agar diketik komputer. Haidi merasa itu suatu keajaiban, lebih aneh daripada seekor kucing jantan bertelur emas.
            Sejak  album foto itu diterima, Haidi telah membuat coretan-coretan di kertas bekas. Konsep proposal tulisan tangan telah selesai  ia buat lengkap dengan perhitungan biaya. Tentunya konsep itu tidak akan terlalu banyak mengalami perubahan, hanya perlu penambahan beberapa kata.
Seiring putaran waktu, Haidi berpikir, Tengah malam tidak ada orang tempat bertanya. Ia pun pergi ke toko buku. Membeli dua buku panduan praktis aplikasi wordstar dan lotus 123. Setelah mendapat buku, secepatnya ia kembali ke kantor.
~o~
            Tepat pukul 16.00, semua orang pulang. Di ruang komputer hanya ada Yatno. Ia masih menyelesaikan tugas untuk persiapan peringatan Hari Pahlawan, bulan Nopember mendatang. Sangat beruntung, Yatno seorang teman yang baik. Ia tidak pelit berbagi pengetahuan tentang komputer. Semua yang dikatakan Yatno, telah Haidi tulis, cara membuka, membuat dokumen, menyimpan hingga mencetak di printer.
            Selesai shalat Magrib, Haidi telah duduk menghadapi monitor. Kertas konsep yang dibuat sejak siang sudah terbuka, seolah berteriak, ayo cepat ketik aku. Dua buku petunjuk baru dibeli mulai kusut dibolak-balik. Urusan mengetik bukan jadi masalah, karena letak huruf-huruf pada mesin ketik manual tidak berbeda dengan tombol-tombol di komputer. Proposal dalam bentuk uraian selesai ia ketik tidak lebih dari empat jam. Aplikasi wordstar tidak terlalu sulit untuk dipahaminya. Tapi Haidi sangat bermasalah ketika akan mencetaknya. Berkali-kali ia membaca buku, mencobanya namun belum berhasil. Lebih satu jam, barulah ia berhasil membujuk printer epson itu untuk menulis di kertas. Jam 12 malam, Haidi bersiul riang, lima buku proposal telah ditulis oleh si printer, rapi jauh lebih rapi daripada tulisan mesin ketik manual.
~o~
            Permasalah belum berakhir. Tantangan lebih berat pada level berikutnya. Saat itu di tempat Haidi bekerja belum banyak orang menggunakan aplikasi lotus 123. Sebuah aplikasi mirip MS Exel sekarang.
            Sejak jam satu malam, Haidi telah membelai-belai si lotus. Namun tampaknya si lotus terlalu mahal senyum. Ia tidak terpikat oleh rayuan Haidi. Dengkulnya tidak gatal digaruk-garuk. Tidak ada nyamuk di dahi beberapa jadi sasaran telapak tangan. Ia berbicara sendiri, Coba pakai mesin ketik, sudah sejak tadi selesai, cuma lima halaman.
Berpuluh-puluh kali Haidi merapal mantra dari buku sakti, akhirnya si lotus mulai membalas senyum. Kolom-kolom yang tadinya sempit dapat dilebarkan sesuai kebutuhan. Penjumlahan dan perkalian ke bawah dan ke samping, diterima setiap kali Haidi mengunjunginya. Garis-garis sudah terbentuk indah di layar monitor.
Jam 6.00 pagi, si lotus sudah bersahabat dengan Haidi. Printer epson sudah tidak lagi malu-malu menulis di kertas. Suara tawa riangnya menyakitkan telinga membuat Haidi tersipu sendiri. Andai saat itu ada orang yang memperhatikan polah tingkah Haidi bersama si lotus, pasti akan tertawa terbahak-bahak sampai perut keram. Untung saja cicak di dinding hanya derdecak kecil, jika suaranya mengalahkan bunyi printer epson, sudah pasti Haidi akan melemparnya dengan sepatu.
~o~
Mendekati pukul 8.30, lima buku proposal setebal 60 halaman, termasuk lampiran telah berjilid rapi. Haidi menyerahkan kepada pimpinan.
“Wah, ternyata kamu bisa juga pakai komputer.” kata pimpinan.
Haidi tidak berkomentar, ia hanya tersenyum menahan ngantuk berat.
            Dua tiga bulan berikutnya, sudah semakin banyak orang yang melambai-lambaikan sartifikat kursus komputer. Haidi tidak pernah memiliki sartifikat serupa itu. Namun setiap kali mereka menemui kesulitan, Haidi-lah tempat bertanya gratis. [Haidi : 05.03.2012]
~o~
SILU DAN BATU PONDONG


               Panah-panah api menghujani pintu langit, sehingga berita tidak lagi dapat dicuri dengar. Jin muda tidak sempat menghindar dari panah api, ia terhempas ke bumi. Suaranya nyaring, melebihi suara pohon kelapa tumbang. Lukanya tidak terlalu parah, namun telah mengurangi kemampuannya untuk tidak terlihat. Tubuhnya menciut dan tampak begitu renta.
~O~
          Silu, si gadis bungsu cantik dari tiga bersaudara. Ia iba ketika bertemu seseorang terbaring lemah di kaki Gunung Sekrat. Di usianya yang masih belia, ia belum bisa membedakan antara jin, keluarga penyihir atau manusia biasa. Merasa iba melihat seorang kakek tua terbaring lemah, ia pun berusaha menolong.
“Mengapa, Kakek, berbaring di sini.” tanya Silu.
“Aku kena panah,” sahutnya, “Cucuku, bisakah kamu menolongku?”
“Apa yang harus saya lakukan, Kek?” tanya Silu.
“Tolong nyalakan api, kakek merasa dingin sekali.” katanya.
“Sebaiknya, Kakek istirahat di goa, tidak jauh dari sini ada goa,” sahut Silu, “nanti akan saya nyalakan api untuk Kakek.”
      Susah payah Silu membantu kakek itu berdiri, membawanya ke goa. Setelah mengumpulkan kayu kering, Silu menjentikkan jarinya, seperti diajarkan ayahnya, api pun menyala, menerangi goa dan kakek itu menghangatkan tubuhnya. Hampir sehari penuh Silu membantu kakek itu memulihkan kekuatannya.
“Terima kasih, Cucuku, sekarang kakek sudah sehat.” katanya.
“Ya, Kek.” sahutnya.
“Kemari sebentar,” kata kakek itu, “kakek tidak akan pernah melupakan kebaikkanmu, sebagai tanda persahabatan kita, kakek akan memberimu kenang-kenangan.”
Silu mendekat dan duduk di hadapan kakek itu.
“Kemarikan tanganmu.” katanya. Silu mengulurkan tangan kanannya. Beberapa saat kakek itu memegang tangan Silu. Matanya berpejam, bibirnya komat kamit seperti membaca mantra. Kakek itu membuka matanya, tiga kali ia meniup telunjuk Silu. Ia merasa telunjuknya panas bagai terbakar, sesaat kemudian dingin dan kembali normal.
“Mulai sekarang, kamu sudah bisa menggunakan telunjukmu, seperti yang kamu inginkan.” kata kakek itu, “cobalah.”
“Benarkah, Kek.” sahut Silu, senang tersenyum manis.
“Ya, coba saja.” sahut kakek itu.
            Saat itu Silu melihat tumbuhan merambat, bunganya seperti bentuk daun, berwarna kuning, “Aku ingin bunga itu berwarna putih.” katanya, menunjuk. Seketika bunga itu menjadi putih.
“Berhasil, Kek!” Silu gembira.
“Bagus.” kata kakek itu.
            Setelah saling berterima kasih, kakek itu lenyap dari pandangan. Barulah Silu sadar, kakek itu adalah jin. Semula ia mengira hanya keluarga penyihir seperti dirinya.
            Sejak saat itu, tumbuhan yang pertama kali terkena sihir Silu, selalu berbunga putih. Oleh masyarakat setempat disebut Cermin Pelanduk. Goa tempat berteduh itu di sebut Goa Awet Muda, atau ada juga yang menyebutnya Goa 22 Tahun.
Itulah awal dongeng rakyat, tentang kelebihan sihir Silu dari keluarga penyihir lainnya di kawasanSekrat.
~O~
            Nenek Gergasi, penyihir tua yang selalu memakai jubah hitam. Pengaruh usia membuatnya sering lupa, walau belum benar-benar pikun. Sudah beberapa tahun ia mencari gadis cantik dari keluarga penyihir, untuk tumbal awet muda dan kecantikannya. Berita adanya gadis kecil bernama Silu dari keluarga penyihir, juga didengarnya. Ia pun mencari hingga ke kawasan Sekrat.
~O~
            Sore itu cuaca cerah di Pantai Sekrat. Ayus, Ongo dan Silu bermain di pantai. Mereka memainkan siput pantai untuk diadu lari cepat. Tidak terkalahkan kecepatan lari siput besar milik Ayus, hampir sebesar tempurung kelapa. Saat itu Silu sangat sedih dan hampir menangis, karena ia selalu kalah. Tanpa ia sadar “Aku mau siputku lebih besar daripada siput, Kak Ayus, aku mau menang kali ini.” menunjuk siputnya. Seketika siput itu membesar, lebih besar dari kelapa muda, dan lari cepat menuju pantai. Ketiganya mengejar, tapi tak berhasil. Siput itu telah menyelam ke laut. (Masyarakat setempat menyebut siput itu Temburik)
            Sementara ketiganya saling berpandangan, karena siput itu telah hilang. Dikejauhan tampak seseorang terbungkuk-bungkuk menyusuri pantai. Jubah hitamnya melambai-lambai tertiup angin. Tongkat di tangannya tinggi, melebihi kepalanya. Ayus menakut-nakuti kedua adiknya, “Awas! Itu Nenek Gergasi, ayo kita lari.” katanya. Ketiganya lari dan bersembunyi di balik batu. Ayus sebenarnya juga tidak mengetahui, siapa orang itu.
“Ongo, coba kamu tanya, siapa orang itu!” kata Ayus, “jika benar, Nenek Gergasi, jangan bilang kami di sini, kamu cepat-cepat lari.”
Ongo yang polos dan jujur, melangkah mendekati orang itu, “Halo, Nek, mau ke mana?” tanyanya, polos.
“Aku mencari, Silu, rumahnya di mana?” kata orang itu.
“Ada, Nek, tu sembunyi di sana, Nenek ini siapa?” tanyanya, lupa pesan kakaknya.
“Oh, aku, Nenek Gergasi.” sahut orang itu.
Terbelalak mata Ongo, mendengar nama itu. Ia pun lari secepat-cepatnya menuju persembunyian kakak dan adiknya, “Itu, Nenek Gergasi, ayo lari.” katanya.
Tertatih-tatih nenek Gergasi menuju tempat persembunyian tiga kakak beradik itu. Sebelum nenek Gergasi tiba di tempat itu, mereka telah menerobos celah-celah batu, menuju sebuah gubuk, tidak jauh dari pantai. Mereka merasa aman bersembunyi dalam gubuk itu, “Apa, Nenek Gergasi masih mengejar kita.” tanya Ayus, berbisik.
Perlahan Ongo mengintip dari celah dinding, “Nenek Gergasi sudah menaiki tangga.” kata Ongo, gemetar, bibirnya pucat. Silu sudah sesegukan hampir menangis saat itu.
“Ayo, kita lari.” kata Ayus, menarik tangan adiknya. Mereka melompat keluar melalui pintu belakang. Situasi darurat itu, Silu berhenti, ia menunjuk gubuk, “Bakar gubuk itu.” katanya. Hitungan detik, gubuk itu menyala, api membumbung tinggi. (masyarakat setempat menyebut daerah itu Lebok Tutung = Rumah Terbakar, sekarang menjadi Lubuk Tutung)
Sementara itu, nenek Gergasi, melompat dari kobaran api, jubah hitamnya terbakar. Ia menceburkan diri ke air, dan api padam dari jubahnya. Merasa panik, sehingga ia lupa dengan sihirnya, ia sebenarnya mampu memadamkan api itu, atau memindahkankan gubuk itu ke air. Sesaat baru ia sadar. Ia melompat dengan kekuatan sihirnya dari dalam air. Namun ia melompat menuju arah yang salah, mendarat di tempat yang berlumpur dan terpendam sebatas paha. 
Ayus, Ongo dan Silu, melihat itu suatu hal yang konyol. Tapi suara marah nenek itu sangat menakutkan. Mereka berlarian menerobos celah batu tempat biasa mereka bermain.
~O~
Nenek Gergasi masih belum menyerah untuk mendapatkan tumbal yang ia inginkan. Kekuatan sihirnya masih sempurna berfungsi, hingga ia dapat dengan mudah berlompatan di puncak-puncak batu.
Ketiga kakak beradik melihat nenek Gergasi telah bertengger di puncak batu tertinggi, memandang tajam dari arah jalan yang harus mereka lalui. Tampaknya sudah tidak ada jalan lain lagi untuk menghidar.
“Kak, bagaimana kita sekarang!” Ongo merengek, bibirnya gemetar.
“Kurung dia dalam batu itu, selamanya.” Silu menunjuk puncak batu tertinggi.
Sekejap batu itu terbelah seolah akan menangkap nenek Gergasi. Melihat keadaan ini, nenek Gergasi melompat ke puncak batu lainnya. Batu itu masih dalam perintah Silu. Batu itu patah dan terbang mengejar. Dan nenek Gergasi  berusaha menghindar, bersembunyi di antara bebatuan yang ada. Batu-batu itu saling berbenturan pecah berhamburan. Beberapa kali nenek Gergasi menoleh ke belakang untuk menghidar, batu itu terus mengejar.
“Masuk kau Gergasi ke batu itu!” Silu menunjuk.
Tampak nenek Gergasi berusaha meronta, tapi tidak dapat mengedalikan lompatannya menuju batu yang terbuka. Batu itu jatuh sesaat setelah nenek Gergasi berada di dalamnya. Sejak saat itu nenek Gergasi si penyihir tua, terpenjara dalam bongkahan batu. (Masyarakat setempat menamakannyaBatu Pondong=Batu Patah)
 “Sihir apa lagi yang kamu lakukan!” kata Ayus, “aku belum diajari, Ayah.”
Silu tidak menjawab, mereka masih ketakutan berlarian celah bebatuan menuju tempat tinggal mereka di puncak Gunung Sekrat. [Haidi:14.03.2012]
~O~


KELILIPAN


Pada jaman seekor merpati mampu terbang ke bulan. Di kampung hulu sungai hidup seorang pembuat sirap. Kecepatan dan keahliannya membuat sirap, melebihi kesaktianSi Wiro Sableng memainkan kampaknya. Ia mampu membuatsirap 3000 lembar sehari sambil tidur-tiduran, belum serius bekerja.

                Entah mengapa, hari itu ia sedikit lalai, sehingga matanya kelilipan kayu ulin bahan sirapnya. Matanya sakit, ia tak bisa lagi bekerja dan harus dibawa ke rumah sakit kerajaan. Tiga orang pemuda sakti berbadan kekar membantunya mendayung perahu. Tujuh kali mendayung, mereka sudah 300 depa melewati rumah sakit kerajaan yang berjarak 70 km dari tepian rumahnya, sehingga mereka harus berbalik arah menuju rumah sakit kerajaan.

                Semua dokter di rumah sakit kerajaan tidak sanggup mengeluarkan kelilipan di mata Si Tukang Sirap. Raja pun mendengar berita itu. Raja masih ingat jasa Si Tukang Sirap tersebut. Atap istana kerajaan dan seluruh bangunan yang ada, adalah hasil karyanya dalam satu hari satu malam tanpa istirahat makan sekalipun. Jumlah sirap yang dihasilkannya lebih dua kapal tongkang pengangkut batu bara di Sungai Mahakam.

               Akhirnya raja pun mendatangkan 17 dokter ahli mata, untuk menyelamatkan mata Si Tukang Sirap. Siang malam 17 dokter bekerja, hingga kelilipan itu dapat dikeluarkan. Si Tukang Sirap sangat murka dengan benda yang mengganggu matanya, “Nak, tolong alak-kan mendau penyirap abah di rumah.” pintanya kepada putranya.

              Si anak pun lari pulang. Kira-kira 40 kedipan mata, Si Anak sudah kembali, memikul sebuahmandau milik orang tuanya. Si Tukang Sirap sudah tidak sabar melampiaskan emosinya. Ia segera berjongkok, mencincang serpihan kayu ulin yang baru dikeluarkan dari matanya. Petugas kebersihan rumah sakit kerajaan dibuat sibuk karenanya. Setelah dikumpulkan, ternyata kelilipan di matanya telah menjadi 17 ikat atap sirap. He, he, he.
                                                                                         ~o~


HAMBA RAJA

    Raja Keling, penguasa daerah pantai perairanMangkalihat, saat itu terbaring lemah. Ikan keraputunggangannya juga sedih menanti perintah rajanya.
Hingga menjelang akhir hidupnya, Raja Keling tidak mempunyai keturunan, takhtanya terancam tanpa penerus.
         Seorang bijak, berjulukkan Narada, menyarankan kepada Raja Keling untuk memilih pengganti dari pengikutnya yang paling setia.
      Raja Keling memanggil dua satria pengikut setianya. Kepada satria pertama, Raja Keling berkata, “Katakan, jika aku mencalonkan dirimu sebagai penggantiku, bagaimana engkau akan memerintah rakyat!”
“Yang Mulia, saya akan menjujung tinggi kekuasaan dan kemuliaan penguasa. Saya akan memimpin rakyat dengan hukum yang keras, dengan penerapan yang sungguh-sungguh.” jawab satria pertama.
Raja tersenyum dan mengangguk, “Bagaimana dengan kamu? Akan jadi raja seperti apa kamu?” tanya raja kepada satria kedua.
“Maaf, Yang Mulia, saya akan menjadi hamba untuk semua orang,” sahut satria kedua, “raja sejati hanyalah melayani rakyatnya. Satu-satunya perbedaan hanyalah raja duduk di atas takhta. Saya akan terus menjadi hamba, seperti saya dihadapan Yang Mulia saat ini.” [Haidi : 26.03.2012]
                                                                                       ~o~


UJUNG CINTA DI ANTREAN BBM

           Sudah satu tahun lebih, Harun Pratha Utomo menempati rumah kontrakan di Gang Margo Santoso. Dari tiga rumah pintuan itu, ia menempati posisi tengah, bersama dua orang temannya yang juga berasal dari Kecamatan Muara Wahau. Setelah panen kebun kelapa sawit milik orang tuanya pada libur kuliah tahun lalu, ia merengek minta dibelikan motor. Orang tuanya tidak tega. Walau hanya motor bekas, yang penting anaknya lancar kuliah di STIPER.
            Sejak memiliki motor, Tomo mulai berani melirik gadis tetangga gang sebelah. Nurlita Astia, seorang gadis cantik. Ia masih SMU pada tahun kedua, pindahan dari ibukota Kecamatan Sangkulirang. Rupanya cinta berbalas. Kisah cinta mereka mulai tumbuh seiring jadwal sekolah dan perkuliahan. Tiap hari Tono antar jemput, tak ubahnya tukang ojek langganan yang selalu tepat waktu. Tapi Tono dan Lita sangat menikmati keadaan itu, bahkan terlihat lebih romantis, walau tidak jarang Tono harus menunggunya berjam-jam.
                                                                                 ~o~
            Kala itu hari pertama bulan April. Antrian kendaraan di SPBU lebih lebih panjang dari biasanya. Pengecer bensin di pinggir jalan hanya memajang botol-botol kosong yang terlihat berdebu. Sebenarnya sudah bukan rahasia, pengecer itu sedikit menyimpannya di bawah pohon-pohon pisang belakang rumah mereka. Antrean panjang itu juga bukanlah hal yang luar biasa, karena itu pemerintah akan mengumumkan kenaikan harga BBM.
Tapi bagi Tomo itu adalah kesialan besar dalam sejarah cintanya. Begitu pula dengan Lita, itu tidak lebih dari suatu pengkhianatan dan kebohongan besar kekasihnya.
                                                                                 ~o~
            Hari itu memang tidak ada kuliah, sekolah juga libur, tapi mereka sudah sepakat untuk pergi kePantai Teluk Lombok. Sejak pagi Lita sudah membeli pakaian renang di toko kawasan Sangatta Lama. Ia juga telah berjanji pada beberapa teman wanitanya bertemu di pantai. Namun Tomo belum juga menjemputnya, padahal waktu yang dijanjikan satu jam telah berlalu.
                                                                                  ~o~
            Sementara itu, Tomo masih berkeliling mencari penjual bensin eceran, namun tak satu pun ia temukan. Hati kecilnya juga sempat menggerutu, Jika harga BBM naik tidak jadi masalah, yang penting jangan menghilang dipasaran. Jika sudah begini, lebih mudah menemui jin daripada mencari bensin. Jin, tinggal bakar kemenyan datang sendiri, tapi bensin? katanya. Akhirnya ia memutuskan ikut antri di SPBU. Lebih dua jam ia berjemur di bawah terik matahari, antrian motornya mungkin berada pada urutan ke-300. Beberapa kali pula ia telah mengirim kabar pada Lita, bahwa ia masih antre bensin di SPBU di jalan Yos Sudarso.
            Tomo sangat beruntung memperoleh bensin pada antrian panjang itu. Sedangkan dua orang setelahnya hanya sia-sia, karena persediaan bensin habis. Perasaan puas dan lega ketika keluar dari areal SPBU. Baginya natrean panjang itu lebih menjemukan daripada bertugas malam di pos Kamling saat menjelang Pemilu. Namun tidak ada kabar dari Lita, itu lebih mengguncang perasaannya, yang tidak kalah dahsyatnya daripada badai di ujung Tanjung Mangkalihat. Tidak kurang dari 30 kali ia menghubungi nomor HP milik Lita, namun tak pernah diterima. Mungkin lebih 60 SMS telah terkirim, tapi jua tak ada balasan.
                                                                                 ~o~
            Jauh di ujung Gang Margo Santoso, Lita masih uring-uringan di tempat tidur, menahan perasaan tak menentu, antara cemburu berat penyubur jerawat ataukah hanya rasa rindu mau bertemu. Namun yang pasti, ia merasa sangat dikhianati oleh kekasihnya. Ia tidak percaya hari itu benar-benar sulit mendapatkan bensin, walau hanya sebotol. Di benaknya hanya tergambar seperti pelajaran di sekolah. Indonesia termasuk negara penghasil minyak, bahkan tergabung dalam negara-negara pengekspor minyak, mengapa harus kesulitan mendapat minyak. Lagi pula di Sangkima sana terdapat ratusan sumur-sumur minyak tiap detik di pompa dengan alat canggih. Ia hanya bercermin pada pengalaman pribadi dari desanya di Pulau Miang sana. Masyarakat tak perlu susah mencari bahan bakar, tinggal mengambil di sumur minyak, diolah sedikit, kemudian dimasukkan dalam tangki-tangki mesin kapal, maka berangkatlah nelayan-nelayan di desanya mencari ikan di laut.                                                                            
~o~
            Sisi lain, Tomo gelisah bagai kecoa kehilangan kumis. Perlahan ia mengarahkan motornya menuju rumah Lita. Antara ragu bercampur rindu, ia melangkah ke teras sambil memasang senyum terbaiknya. Tiga kali ia mengetuk pintu, belum ada jawaban. Ketukan keempat, pintu hampir seperempatnya terbuka. Lita mengeluarkan kepala dengan wajah sedikit lebih kecut dari belimbing wuluh dan, “P u t u s !” teriaknya nyaring, diiringi bantingan pintu menggetarkan kaca jendela.
Tomo menarik napas dalam, dadanya bergetar seperti baru saja merasakan blasting batu bara PT. KPC. Ia melangkah lesu seperti pengemis tak dapat penghasilan, meninggalkan rumah itu  dan berbisik pada hatinya sendiri,  Hari ini BBM naik akibatnya begini, besok gas LPG yang naik, semoga saja tidak ada suami istri yang bercerai. § [Haidi : 29.03.2012]
                                                                                  ~o~