Kamis, 26 April 2012


KELUARGA ISTANA TERATAI

Inilah Istana impian, sudah lama kubangun dengan segala daya dan upaya. Ketika memberi nama Istana Teratai, rasanya agak ragu juga, mungkin telah banyak orang menggunakannya. Semula kupikir akan memberi nama Istana Bintang, namun kata bintang, sudah banyak digunakan, dari bintang film, bintang tamu, perang bintang dan macam-macam lagi kata yang mengikuti kata bintang.
Lagipula secara nyata, bintang hanya terdapat di langit dan juga di laut. Jika bintang di laut, itu sudah jelas bentuk hewannya, tapi bintang di langit, justru tidak pernah diketahui bentuk aslinya. Akhirnya tetap kuberi nama Istana Teratai.
Memang istana sesungguhnya juga beralamat di gang Teratai nomor  91, bahkan nama gang Teratai ideku, sebagai orang pertama yang membangun istana di situ. Walau sesungguhnya belum pernah ada tumbuhan itu hidup gang teratai, tapi filosofi teratai itu kusuka. Kira-kira filosifinya : walau tumbuh di comberan namun teratai tidak pernah kotor, selalu saja bersih, bahkan bunganya tetap suci, selalu sedap dipandang.
Harapan, semoga orang-orang yang nantinya bertempat tinggal di gang teratai memiliki hati bersih dan suci seperti layaknya teratai. Dalam impianku nanti, Istana Tertai yang kubangun akan terus membiaskan cahaya kesucian, walau hidup susah, kekurangan harta namun selalu dilimpahi kesucian karena Allah, dan aku yakin niat baik dan suci karena Allah selalu didengar dan dicatat sebagai suatu kebaikan.
Begitulah harapanku. Sudah dua kali pemilu, sudah dua kali ganti gubernur dan sudah dua kali pula ganti bupati, tapi Istana Teratai belum juga selesai. Tapi cukuplah untuk berteduh keluarga Istana, tidak lagi harus mengeluarkan biaya sewa atau kontrak rumah.
Istana yang dibangun di atas lahan 25 x 50 meter, dengan bangunan istana enam kali tujuh belas meter, enam kamar tidur, ruang tamu, ruang makan, ruang keluarga, dapur dan gudang, empat wc, garasi, teras dan balkon atas belum selesai seluruhnya. Masih ada halaman samping dan belakang, cukup untuk menanam lombok atau singkong, juga masih bisa membuat kandang ayam.  
Istana Teratai, dengan penghuni tetap enam orang, masing-masing dengan perannya, merupakan satu kesatuan yang tak terpisah. Dari Mbok Marni, karena masih ada hubungan keluarga dengan sang permaisuri, tidak bisa kubiarkan begitu saja, ia patut dihormati, maka kuserahkan jabatan kepadanya sebagai Menteri Dalam Negeri. Tugasnya tidak terlalu banyak, tapi cukup repot, dari menghadapi penjual sayur keliling pagi hari, meracik menu makanan hingga menemani bermain sang putri raja, atau kadang ikut ngomel terhadap pangeran.
Kemudian si Agus, dengan nama lengkap Agus Renggono Budianto. Namun panjang namanya terkadang tidak sesuai dengan panjang pikirannya. Agus, begitu sering kupanggil, seorang kerabat jauh dari permaisuri, berasal dari Jogjakarta sana, dengan bahasa jawa medoknya, sering kali membuatku repot jika bicara dengannya. Rasanya kurang hormat jika tidak memberikan jabatan kepada kerabat jauh dari permaisuri ini. Antara Agus dan Permaisuri masih terdapat hubungan kerabat, nenek permaisuri dan nenek Agus masih sepupu, makanya jabatan sebagai Menteri Luar Negeri, kupercayakan kepada Agus. Tugasnya selalu terkait dengan urusan luar negeri, dari antar jemput Putri Raja dan Pangeran, ngurusi kandang ayam, memelihara taman, atau kadang mengantar sang permaisuri atau Menteri Dalam Negeri ke pasar, yang pasti untuk urusan luar negeri seperti itu, serahkan saja kepada Agus.
Kemudian sang Pangeran, kupanggil Koko, masih kelas tiga sekolah dasar, namun badannya yang kurus tidak sesuai dengan usianya. Kerjanya cuma main dan main, yang paling repot jika di suruh istirahat siang, ada-ada saja alasannya. Kadang pura-pura tidur, begitu orang lengah sedikit saja, dia sudah ada di bawah pohon mangga bermain dengan teman-teman sebayanya.
Cece sang putri raja, manjanya luar biasa, masih di taman kanak-kanak dan tahun depan sudah bisa melanjutkan ke Sekolah Dasar. Walau jarang main di luar, sang putri raja menurutku sangat cerewet dan selalu ingin tahu. Ada-ada saja ulahnya, dari mencoret-coret dinding dengan lipstik sang permaisuri hingga bermain gunting. Dan pernah pada suatu ketika dia memotong rambutnya sendiri menjadi tidak karuan bentuk.
Masih ada satu lagi penghuni tetap Istana Teratai, yaitu sang Permaisuri. Dua puluh lima tahun lalu kutemukan dia waktu masih di SMA. Berasal dari pulau seberang laut sana di Jogjakarta, entah mengapa hingga terdampar di Kalimantan bersama keluarganya, mungkin karena angin tidak bertiup kencang pada waktu itu hingga tidak mampu membawa kapal layarnya melaju hingga ke pulau Sumatera, dan terdampar di Samarinda sejak ia masih kecil. Akibatnya bahasa dan budaya jawa sudah beubah menjadi Samarinda, bahasa jawa sudah tidak bisa lagi, tapi sangat mahir bahasa Banjar Samarinda.
Terakhir adalah diriku, dalam mimpiku, menjadi seorang Raja, terkadang harus bertindak seperti ketua kelas, atau terkadang berlaku seperti bos, juga bisa menjadi pemimpin atau bisa menjadi wasit, atau bahkan bisa saja bertindak seperti anggota pramuka. Ya, begitulah seorang raja, kadang harus menyamar menjadi seorang gembala, atau terkadang menyamar jadi seorang pengembara, kadang bisa jadi pertapa. Seorang raja harus menjadi orang yang serba bisa, dari menjahit pakaian robek, hingga menjadi pelawak atau menjadi tukang kebun, bahkan bisa pula menjadi koki yang membuat sambal terasi untuk semua keluarga istana Teratai. Pokoknya setiap saat harus bisa “berubah” sesuai dengan situasi dan kondisi yang diperlukan. [Haidi : 26.04.2012]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar