Sabtu, 21 April 2012


KISAH SI ANAK DUNGU

http://3.bp.blogspot.com/-3n9WRIjOsdU/T0eyz_NEhkI/AAAAAAAAAK4/hVoqVQhfYNg/s200/Anak+Cerdas.jpg
                  Kisah ini terjadi di lokasi pemukiman Komunitas Adat Terpencil, Tintang Mapulu, masih berada di wilayah Kecamatan Karangan. Saat itu, Apei berusia hampir tujuh tahun. Ia tidak sekolah, tidak bisa membaca dan menulis. Ia dikenal sebagai anak bodoh, tidak mengerti apa-apa. Tidak jarang teman sepermainannya menipu dengan berbagai kecurangan. Tapi ia tidak pernah marah, dengan lugunya ia tetap bermain walau selalu kalah. Bahkan orang dewasa juga menganggapnya sebagai anak yang dungu.
~o~
                Saat itu musim hujan, pagi sekali ia sudah berjalan tanpa alas kaki, di tengah gerimis masih membasahi jalan.Parang kecil tanpa gagang di tangannya dan sebuah kantong plastik hitam di tangan kirinya. Entah apa yang dilakukannya dekat pintu gerbang perumahan tersebut, berjongkok dan menggali tanah. Tidak lama setelah itu ia berpindah ke sisi jalan sebelahnya, setelah menancapkan kayu kecil tidak lebih tinggi dari kepalanya.
Kemudian ia pergi ke bagian ujung perumahan, kurang lebih 300 meter dari tempatnya semula. Ia melakukan hal yang sama. Saat itu Ketua Adat melihat tingkah Apei.
“Apei, cepat pulang, nanti kamu demam.” teriak ketua adat.
“Ya, Tua, sebentar lagi.” sahut Apei.
Ia beranjak pergi dari tempatnya berjongkok, melalui rumah ketua adat.
“Apa yang kamu kerja di situ, Pei?” tanya Ketua Adat.
Anu, Tua, nanam biji wanyi.” sahut Apei.
“Apa!” kata ketua adat, “nanam wanyi!”
“Ya, Tua, supaya tidak jauh lagi nanti ngambil wanyi di hutan.” sahut Apei, mencuci tangannya dengan air dari tetesan atap dan pergi tanpa peduli lagi pada ketua adat tersebut.
“Ada-ada saja kamu, Pei, mana kamu sempat makan buah wanyi itu, lebih dahulu kamu mati, barulahwanyi itu berbuah.” guman si ketua adat.
~o~
                Keesokan harinya, bersama teman-teman sepermainannya, Apei bermain di lapangan yang masih berair dan becek, itu membuat mereka semakin bersemangat bermain bola. Tidak jauh dari tempat bermain tersebut, ada sebuah kubangan lumpur yang cukup dalam di jalan. Sejak anak-anak bermain, sudah tiga orang bermotor melintasi kubangan tersebut. Dua orang terjatuh dan satu orang lolos terseok-seok.
Saat itu, Apei sebagai penjaga gawang, begitu saja meninggalkan gawang tanpa penjagaan. Ia berlari menuju rumah Pak Muis, rumah terdekat dari tempat mereka bermain. Teman-teman bermainnya sangat kecewa melihat tingkah Apei.
“Apei, kamu mau ke mana?” teriak temannya.
Walau kecewa, tapi mereka tidak marah, karena mereka memandang Apei orang yang dungu dan bodoh.
“Tunggu sebentar.” teriak Apei, ia berlari.
Tiba di rumah Pak Muis, “Tua, pinjam cangkul.” katanya.
Belum lagi Pak Muis berkata, Apei telah memikul cangkul dan berlari menuju teman-temannya.
“Pei, untuk apa kamu bawa cangkul?” tanya temannya.
Ia tidak menjawab, hanya meletakan cangkul di tengah jalan dekat kubangan lumpur dan ia kembali bermain bola sebagai penjaga gawang.
Selama mereka bermain, sudah empat orang bermotor melintasi kubangan lumpur itu, dua di antaranya jatuh. Tapi tidak satu orang pun yang menyentuh cangkul di tengah jalan itu.
~o~
Wanyi : nama jenis pohon/buah  
Tua  : paman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar