Jumat, 27 April 2012



REJEKI DARI LANGIT

         Kata orang, hujan berarti rezeki. Tapi bagi pak Omis, tidak lebih dari kesedihan, “Bukan maksud menolak rezeki dari langit.” katanya. Ia sangat hapal, saat hujan atap rumahnya juga turut menangis.


       Ember, baskom hingga gelas-gelas plastik ramai menanti tetesan air di lantai dapur,di kamar atau di atas lemari hingga di tempat tidurnya. Semakin deras hujan, semakin ramai pula bunyi alat penanti hujan di lantai itu. Betapa repotnya ia menyelamatkan pakaian, buku-buku, kasur dan bantal kumal. Tidak ada batas waktu untuk berhenti mengigil.

     
         Hujan masih sibuk menyirami tanah di hulu sungai. Sementara di rumah pak Omis sudah berubah jadi sungai kecil yang melarutkan sendal-sendal jepit. Sebentar lagi air itu akan memindahkan kursi ke atap rumah atau menerbangkan kasur ke bukit. Pak Omis duduk di atap rumah, tetap berharap air tidak pernah hadir di halaman rumahnya. Ia memeluk erat kaki dan meletakan dagu beku di lututnya. Ia menanti jemputan perahu karet satu-satunya dari kelurahan yang sedang berkeliling dengan kameramen.


       Pak Omis diangkut ke tempat pengungsian. Suasana tidak kalah ramai dengan pasar malam. Tersedia nasi di piring-piring plastik, sekepal untuk berdua tambah sedikit bonus, 5 bungkus mi instan dengan kuah air 20 liter, cukup untuk menghalau rasa ngantuk sesaat. Sangat beruntung, jika datang rombongan orang-orang berdasi, menu sedikit berubah, ada tambahan telur ayam rebus dibelah tiga.


         Tawa riang wajah-wajah berpakaian jas berlambang partai, ketika melihat orang-orang berebut mi instan dibawanya, mereka tak ubahnya ayam berebut cacahan singkong di kandang ayam pak Omis.


          Siaran TV menampilkan wajah-wajah menyedihkan empat atau enam detik, dari atap rumah hingga ke tempat pengungsian, disusul berita wajah penyumbang atas nama kemanusiaan dari partai politik.


         Sejak saat itu, bila mendung mulai  menghitam, pak Omis selalu memandang langit dari celah atap rumahnya, “Sabarlah hujan, sekarang aku belum perlu rezekimu yang satu itu.” katanya. [Haidi : 13.01.2012]




Tidak ada komentar:

Posting Komentar