Jumat, 27 April 2012


TUMENGGUNG ANAI-ANAI

    Tidak jauh dari pohon asam terdapat sebuah negara. Wilayahnya sangat luas. Tingginya tidak kurang dari ukuran tubuh orang dewasa. Panjang dan lebar lebih satu depa. Itulah negara raksasa dari kolone anai-anai dalam sebuah temposo.
              Wilayah yang sangat luas itu dibagi atas beberapa kawasan, seperti halnya Indonesia, yang terdiri beberapa provinsi, kabupaten hingga desa dan RT. Masing-masing wilayah juga dikepalai oleh seorang pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyatnya. Hanya sedikit berbeda pada tingkat kecamatan dan kelurahan. Dalam negeri temposo, pemimpin wilayahnya langsung dipilih oleh rakyat anai-anai itu sendiri.
             Pada gerbang yang menghadap pohon asam, sebuah wilayah yang langsung dipimpin seorang tumenggung, setingkat walikota. Inilah daerah yang terkenal dengan sumber daya alamnya berlimpah. Gedung tinggi menjulang. Pohon-pohon besar tumbuh subur di tepi jalan. Pemimpinnya terkenal merakyat dan bijak.
                                                                                   ~~
                Sore itu tumenggung anai-anai duduk di kursi goyang di teras rumahnya yang megah. Seorang laki-laki datang tergopoh-gopoh memasuki pintu gerbang, dan langsung berlutut dihadapan tumenggung.
“Mohon ampun, Tumenggung,” katanya, “nama saya Fantris, mohon keadilan dari Tumenggung.”
“Ya, ada apa? Ceritakan masalahmu.” sahut tumenggung, tenang.
Fantris menceritakan masalah yang menimpa istrinya. Saat istrinya sedang menuju pasar dengan motor barunya. Sebuah mobil menambrak dari belakang, sehingga istrinya tewas di tempat kejadian.
“Jika begitu, bawa ke sini sopir itu.” kata tumenggung.
                Tidak terlalu lama, sang sopir sudah dibawa menghadap tumenggung. Ia sudah mengerti kesalahannya. Namun ia juga tak ingin sepenuhnya disalahkan.
“Benarkah kamu telah menabrak seorang wanita dengan mobilmu sampai wanita itu meninggal di tempat kejadian?” tanya tumenggung.
“Benar, Tumenggung,” sahutnya, “tapi itu murni kecelakaan dan bukan sepenuhnya kesalahan saya.”
“Mengapa begitu?” tanya tumenggung.
“Saya mengemudikan mobil sesuai kecepatan yang tertulis di rambu lalu lintas,” katanya, “namun saat itu ada seorang pengguna kursi roda di badan jalan. Saya menghindarinya, tanpa sengaja tertabrak pengemudi motor yang juga menghindari pengguna kursi roda itu.”
Tumenggung anai-anai mengangguk dan terlihat berpikir. “Jika begitu, panggil pengguna kursi roda itu.” perintah tumnggung pada bawahannya.
             Pasukan reaksi cepat segera bergerak. Dalam waktu singkat pengguna kursi roda dibawa ke hadapan tumenggung.
“Siapa namamu?”  tanya tumenggung, “Mengapa kamu menggunakan kursi roda di badan jalan.”
“Ampun, Tumenggung,” sahutnya, “nama saya, Brain Santo. Saya memang salah, karena menggunakan badan jalan dengan kursi roda. Tapi itu saya lakukan bukan kemauan saya sendiri.”
“Mengapa?” tanya tumenggung.
“Trotoar pejalan kaki terlalu sempit untuk dua kursi roda berselisih,” kata Brain, “selain itu, kursi roda saya tidak dapat menjalani trotoar yang bertingkat seperti tangga. Saya tidak bisa melaluinya ketika akan naik atau turun dari trotoar itu.”
                Lagi-lagi tumenggung terdiam. Ia terlihat berpikir. Ini kesalahan Dinas Jalan Raya.” bisiknya dalam hati. “Cepat panggil Kepala Dinas Jalan Raya.” katanya.
Tanpa banyak membuang waktu. Kepala Dinas Jalan Raya langsung menuju kediaman temenggung. Mobil mewahnya meluncur mulus menerobos keramaian kota.
“Lapor, Kepala Dinas Jalan Raya, menghadap.” katanya.
“Ya! Bagus.” sahut tumenggung, “mengapa trotoar untuk pejalan kaki di kota ini dibuat sempit sehingga tidak cukup untuk dua kursi roda berselisih. Dan mengapa dibuat bertingkat, sehingga tidak bisa dilalui pengguna kursi roda?”
                Kepada Dinas Jalan Raya tidak langsung menjawab. Ia terlihat ragu atau takut. Matanya melirik orang-orang di kiri kanannya, bahkan sempat menoleh ke belakang. Sambil membungkuk, ia mendekat pada tumenggung dan berbisik. “Dana untuk itu kurang. Sesuai perintah Tumenggung, 20% untuk kampanye kemenangan Tumenggung.” [Haidi : 16.04.2012]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar