Sabtu, 12 Januari 2013

[Cerita Anak] SEPATU BARU UNTUK MURNI



            Sudah butut, jebol pula. Lengkaplah penderitaan Murni menerima olok-olok dari teman sekolahnya. Mau tak mau, Murni tetap memakai terus sepatu itu ke sekolah. Sebab hanya sepatu itulah satu-satunya yang dimiliki.
            Hanya Dewi yang tidak ikut-ikutan mengolok-olok Murni. Dewi malah ingin membantu Murni agar tidak diejek lagi. Diam-diam Dewi menyisihkan sebagian uang jajannya. Ketika dirasa cukup, Dewi mengajak Murni ke toko sepatu.
            “Kau mau beli sepatu, ya?” tanya Murni heran. “Sepatumu, kan, masih kelihatan baru!”
            “Aku cuma mau lihat-lihat, kok.” Elak Dewi.
            Sesampai di toko sepatu itu, Murni tertegun sejenak. Ia memandangi deretan sepatu terpajang di etalase toko. Bagus-bagus semua. “Senangnya jika aku bisa memiliki salah satu sepatu yang ada di sini,” batin Murni.
            “Ni, bantu aku dong! Tolong pilih sepatu yang cocok untukku,” pinta Dewi.
            “Semua bagus-bagus, Wi. Aku bingung mencarikan sepatu yang cocok untukmu.”
            Mereka masih berkeliling mengitari toko sambil memilih-milih sepatu yang cocok.
            “Sudah ketemu yang cocok belum, Ni?” tanya Dewi.
            “E... kalau aku, sih, suka yang itu,” kata Murni sambil menunjuk sepatu berwarna cokelat muda.
            Dewi meminta penjaga toko menurunkan sepatu dimaksud.
            “Menurutmu ini bagus?” tanya Dewi.
            “Iya! Menurutku, ini memang bagus. Kalau aku punya uang, pasti kubeli,” kata Murni lirih.
            “Coba kamu pakai. Aku mau lihat!” kata Dewi.
            “Lho... kan kamu yang mau beli. Kamu harus coba sendiri, dong, Wi!” kata Murni polos.
“Oke, deh,” Dewi mencobanya. Ukuran kakinya pas dengan ukuran sepatu itu. “Wah, pas ya, di kakiku!”
Murni hanya mengangguk.
“Coba sekarang kamu yang pakai!” kata Dewi. “Aku cuma mau melihat.”
Meskipun bingung, Murni mencoba juga sepatu itu. “Pas!” serunya pelan. “Ternyata ukuran kaki kita sama, Wi!”
“Wah, iya ya! Sepatu ini cocok juga untukmu. Coba kamu pakai berjalan, sakit tida?” kata Dewi tak lepas senyum.
“Agak sakit!” kata Murni sambil berjalan mondar-mandir.
“Itu karena masih baru. Kamu suka?”
“Suka banget, Wi,” sahut Murni.
“Ya sudah, sekarang lepas deh sepatu itu,” kata Dewi.
Dewi lalu membeli sepasang kaus kaki. Kemudian membawa barang-barang itu ke kasir.
Meski sedih, Murni sedikit terhibur juga. Paling tidak, ia sudah mencoba sepatu baru. Walaupun bukan miliknya.
“Sekarang, ayo kita pulang. Tolong bawakan, ya,” kata Dewi sambil menyerahkan kantong plastik berisi kardus sepatu.
Di perjalanan pulang, Murni terus melamun. “Ah, andai sepatu ini untukku, aku pasti akan senang sekali.” Bisiknya.
“Nah, sudah sampai di rumahku. Sampai ketemu besok ya, Murni.”
“E... eh, sepatumu!” kata Murni yang baru ingat kalau ia masih menenteng kantong plastik milik Dewi.
“Itu sepatumu, Ni! Besok dipakai, ya! Kaos kakinya jangan lupa dipakai juga, biar kakimu tidak lecet,” kata Dewi sambil tersenyum geli.
“Se... sepatu ini untukku?” kata Murni. “Jangan bercanda, Wi!”
Dewi mengangguk. “Aku tidak bercanda, Ni. Itu memang sepatu dan kaus kaki untukmu. Sekarang cepatlah pulang, sebelum hujan turun.” Kata Dewi.
“Terima kasih, Wi! Aku benar-benar tidak menyangka. Aku janji besok akan memakainya!” seru Murni gembira. “Terima kasih ya, Wi... kamu temanku yang paling perhatian...” Murni memeluk Dewi dengan mata berkaca-kaca.
“Iya, iya. Cepatlah pulang! Nannti kamu basah kuyup kehujanan!” kata Dewi tanpa sadar air mata membasahi pipinya.[xxxvi:2009]